KONSEP PENYAKIT
DEFINISI ASMA BRONKIAL
Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran napas atau bronkus pada paru-paru mengalami peradangan sehingga saluran napas menjadi sempit dan menyebabkan penderitanya sesak napas.
Saluran napas pada penderita asma biasanya terjadi peradangan dan membengkak sehingga membuat saluran napas menjadi sempit. Asma bronkial sangat erat kaitannya dengan alergi yang dapat memperparah asma. Namun demikian, tidak semua penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak semua orang yang mempunyai alergi menyandang asma.
Selama terjadi serangan asma, perubahan di dalam paru-paru secara tiba-tiba dapat menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran napas atau bronkus dapat menyempit bahkan menyumbat aliran udara sehingga aliran udara yang masuk ke paru-paru menjadi berkurang dan bernapas pun menjadi sangat sulit.
KLASIFIKASI ASMA BRONKIAL
Ada beberapa klasifikasi asma beronkhial. Beberapa klasifikasi tersebut dikelompokkan berdasarkan factor-faktor tertentu. Beberapa ahli menyebutkan ada 2 golongan besar asma yang saat ini diyakini oleh para ahli.
Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik merupakan bentuk asma yang paling umum terjadi, asma ekstrinsik dapat disebabkan karena reaksi alergi terhadap hal-hal tertentu atau zat allergen. Akan tetapi zat-zat allergen tersebut tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini biasanya di bawa oleh karena factor keturunan.
Setiap orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang melindungi tubuhnya terhadap serangan dari luar. Sistem ini bekerja dengan memproduksi antibodi.
Pada saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh, sistem ini akan menghimpun antibodi untuk menghadapi dan berusaha menumpas sang penyerang. Dalam proses mempertahankan diri ini, gejala-gejala permukaan yang mudah tampak adalah naiknya temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit hingga timbul bercak-bercak, jaringan-jaringan tertentu memproduksi lendir, dan sebagainya.
Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembapan dan suhu tubuh.
Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah terkena asma intrinsik. Penderita asma jenis ini kebanyakan berusia di atas 30 tahun.
Namun penting dicatat, bahwa dalam prakteknya, asma adalah penyakit yang kompleks, sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk menentukan secara tegas, golongan asma yang diderita seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-sama dideteksi ada pada satu orang.
Sebagai contoh, dalam kasus asma bronkial (termasuk jenis ekstrinsik) yang kronis, pada saat menangani terjadinya serangan, dokter akan sering mendiagnosa hadirnya faktor-faktor kecemasan dan rasa panik. Keduanya adalah emosi yang sifatnya naluriah pada saat seseorang harus berjuang agar bisa bernapas.
Selanjutnya rasa cemas dan panik ini meneruskan lingkaran setan dan memperparah gejala serangan. Juga akan tercatat, bahwa bahan-bahan iritan (pengganggu) dari luar seperti asap rokok dan hairspray akan memperparah kondisi penderita. Kesimpulannya adalah, dari asal asma bronkial (termasuk asma ekstrinsik) akan terlihat juga hadirnya faktor asma intrinsik.
Demikian pula, seseorang yang punya sejarah bronkitis di masa kanak-kanak sering tumbuh menjadi orang dewasa yang cenderung menderita asma yang alergik, sebagai akibat kelemahan bawaan dari masa kanak-kanaknya (Hadibroto & Alam, 2006).
Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan gejala.
- Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal (fungsi) paru masih baik.
- Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru realatif menurun.
- Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah mengganggu aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam seminggu. Faal paru menurun.
- Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi. Gejala asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat menurun.
Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala.
- Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun berdahak, gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak ada atau mengi ringan, APE (Arus Puncak Aspirasi) kurang dari 80%.
- Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring, batuk kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.
- Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan kalimat terputus-putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar dapat bernapas, APE kurang dari 50%.
PENYEBAB ASMA BRONKIAL
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma (Hadibroto & Alam, 2006):
- Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari seperti perubahan cuaca dan suhu udara dimana cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan asma kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan). Selain itu polusi udara dari luar dan dalam ruang serta asap rokok yang terhirup oleh penderita asma dapat juga memicu terjadinya serangan asma. Ditambah lagi penderita asma yang memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan misalnya sinusitis dapat mengakibatkan eksaserbasi serangan asma. Penderita asma harus menjaga kestabilitas dari emosi/stresnya, karena gangguan emosi/stres dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Selain itu, jangan berolahraga secara berlebihan. Bagi beberapa orang, jenis olahraga tertentu dapat menyebabkan udara terperangkap di dalam saluran napas dan membuat sulit bernapas. Kadang-kadang olahraga dapat menyebabkan serangan asma.
- Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran pernapasan. Umumnya penyebab (inducer) asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan dimana alergen masuk ke tubuh melalui mulut (dimakan/diminum) terutama makanan dan obat-obatan. Selain itu, bisa juga dalam bentuk inhalan yaitu alergen yang masuk ke tubuh melalui hidung atau mulut. Jenis alergen inhalan yang utama adalah tepung sari (serbuk) bunga, tanaman, pohon, tungau, serpihan dan kotoran binatang, serta jamur. Bentuk lainnya yaitu kontak langsung dengan kulit seperti memakai perhiasan, logam dan jam tangan.
Beberapa faktor orang memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menyandang asma dibandingkan orang lain (Bull & Price, 2007), di antaranya memiliki riwayat asma atau alergi lainnya dalam keluarga (keturunan) karena asma dapat diwariskan-diturunkan dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga berikutnya.
Beberapa faktor genetik (keturunan) dapat mempengaruhi perkembangan asma. Jika salah satu orangtua menyandang asma, peluang berkembangnya asma pada anak-anaknya sekitar dua kali dibandingkan anak-anak yang orangtuanya tidak menyandang asma.
Merokok ketika hamil dimana asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini. Baik perokok aktif maupun pasif semasa kanak-kanan.
Selain itu pilek atau infeksi virus dan terpapar iritan di tempat kerja juga dapat mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran pernapasan yang berakibat pada terjadinya serangan asma (Ayres, 2003).
Aspek-aspek potensi risiko kemunculan penyakit asma (Widjadja, 2009), antara lain aspek genetik, kemungkinan alergi dan saluran napas yang memang mudah terserang.
PATHWAY ASMA BRONKIAL
TANDA DAN GEJALA ASMA BRONKIAL
Tanda Asma bronkial
Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan ditemukan tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya asma memiliki sifat-sifat sebagai berikut, yaitu sifatnya unik untuk setiap individu, pada individu yang sama, tanda-tanda peringatan awal bisa sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda pada setiap episode serangan dan tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah penurunan dari angka prestasi penggunaan “Preak Flow Meter”.
Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah perubahan dalam pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati (moodiness), hidung mampat, batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capai, lingkaran hitam dibawah mata, susah tidur, turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga dan kecenderungan penurunan prestasi dalam penggunaan Preak Flow Meter.
Gejala Asma bronkial
Gejala Asma Umum
Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan dibutuhkannya usaha yang jauh lebih keras untuk memasukkan dan mengeluarkan udara dari paru-paru. Hal tersebut dapat memunculkan gejala berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, mengi/napas berbunyi (wheezing) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa).
Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut. Beberapa orang dapat mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainya selalu mengalaminya sepanjang hidupnya.
Gelaja asma seringkali memburuk pada malam hari atau setelah mengalami kontak dengan pemicu asma (Bull & Price, 2007). Selain itu, angka performa penggunaan Preak Flow Meter menunjukkan rating yang termasuk “hati-hati” atau “bahaya” (biasanya antara 50% sampai 80% dari penunjuk performa terbaik individu) (Hadibroto & Alam, 2006).
Gejala Asma Berat
Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut yaitu serangan batuk yang hebat, napas berat “ngik-ngik”, tersengal-sengal, sesak dada, susah bicara dan berkonsentrasi, jalan sedikit menyebabkan napas tersengal-sengal, napas menjadi dangkal dan cepat atau lambat dibanding biasanya, pundak membungkuk, lubang hidung mengembang dengan setiap tarikan napas, daerah leher dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesak ke dalam, bersama tarikan napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula dari daerah sekitar mulut (sianosis), serta angka performa penggunaan Preak Flow Meter dalam wilayah berbahaya (biasanya di bawah 50% dari performa terbaik individu).
KOMPLIKASI ASMA BRINKHIAL
Penyakit asma yang tidak ditangani dengan baik lambat-laun akan berakibat pada terjadinya komplikasi (Mansjoer, 2008) dimana dapat menyebabkan beberapa penyakit sebagai berikut yaitu, terjadinya pneumotorak, pneumomediastinum, emfisema subkutis, aspergilosis, atelektasis, gagal napas, bronkitis, fraktur iga, dan bronkopulmonar alergik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya.
Pewarnaan gram penting untuk melibat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik (Muttaqin, 2008).
Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub)
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat (Muttaqin, 2008).
Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
Spirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
Peak Flow Meter/PFM
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM).
Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.
X-ray Dada/Thorax
Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.
Pemeriksaan IgE
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara radioallergosorbent test(RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada dermographism).
Petanda Inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi.
Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas.
Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.
PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA BRONKIAL
Terapi Obat
Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan dengan pengguaan obat-obatan asma dengan tujuan penyakit asma dapat dikontrol dan dikendalikan. Karena belum terlalu lama ini, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental keyakinan di kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru.
Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan sudah ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang terutama menggantungkan diri pada obat-obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara umum memiliki kondisi yang buruk dibandingkan penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase keharusan kunjungan ke unit gawat daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya karena asma juga lebih tinggi.
Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka derita adalah karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian, dokter masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan pelega sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah peradangan saluran pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.
Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology) penggolongan obat asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:
- Obat-obat anti peradangan (preventer)
- Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang
- Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan saluran napas, dan produksi lendir
- Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap pemicu asma yang berupa alergen.
- Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang
- Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru terlihat efektivitasnya ayang terukur.
- Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide®], budesonide [Pulmicort®], fluticasone [Flixotide®], mometasone [Asmanex®], dan montelukast [Singulair®] secara bertahap mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan secara teratur) akan mengontrol penyakit asma. Obat pencegah biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna cokelat, putih, merah, atau oranye, meskipun beberapa (misalnya montelukast) tersedia dalam tablet.
Obat-obat pelega gejala berjangka panjang
Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran adalah salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin (theophylline).
Salmeterol
Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja dengan mengendurkan oto-otot yang mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini paling efektif bila dikombinasikan dengan suatu obat kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai pelega seketika dalam hal terjadi serangan asma.
Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan hingga 12 jam. Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat hirup bubuk kering. Obat ini tidak dapat digunakan untuk anak-anak di bawah 12 tahun.
Teofilin
Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam secangkir kopi) dan termasuk bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping obat ini sama seperti kafein sehingga tidak dianturkan untuk pasien hiperaktif.
Albuterol Sulfat atau Salbutamol
Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukur, obat hirup bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup, tablet biasa, tablet lepas-tunda (extended-reliase). Bentuk hirup bekerja lebih karena langsung menuju saluran pernapasan yang bermasalah, ketimbang harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini dapat menyebabkan stimulasi, jantung berdebar, dan pusing.
Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan sebagai obat hirup dosis terukur. Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di Indonesia dalam bentuk sediaan tablet, sirup, nebulizer, dan spray. Merek lain adalah Ascolen.
Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator)
Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline [Bricanyl®], formoterol [Foradil®, Oxis®], dan salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan saluran napas yang menyempit yang terjadi selama serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna biru atau abu-abu.
Obat-obatan kortikosteroid oral
Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan peradangan yang mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga delapan jam untuk bekerja, sehingga makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja yang dirasakan.
Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi, karena fungsi paru-paru berada pada titik yang paling rendah di tengan malam. Dari hasil penelitian terbukti bahwa dosis kortikosteroid oral yang diberikan di siang hari bisa membantu mereka yang mengalami serangan asma untuk tidur pada malam harinya.
Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata, seperti perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan, perubahan berat badan, dan gejala demam yang ditekan. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan kortikosteroid ini tidak perlu dikhawatirkan jika penggunaannya hanya dalam jangka pendek dan kadangkala saja.
Prednison (Prednisone)
Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan. Obat ini disajikan dalam bentuk pil maupun sirup.
Prednisolon (Prednisolone)
Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone, dengan kelebihan rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai sirup 15 mg per 5 ml. Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per 5 ml.
Metilprednisolon (Methylprednisolone)
Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di rumah sakit dengan cara intravenuous.
Deksametason (Dexamethasone)
Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga kali lebih lama dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang sulit minum obat.
Alat-alat hirup
Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga inhaler ataupuffer adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-obatan ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan dosis terukur (metered-dose) karena memang menghantar suatu jumlah obat yang konsisten/terukur dengan setiap semprotan.
Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan dan cairan tekan (pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya adalah propelantersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau kabut halus, dan mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya.
ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKIAL APLIKASI 3S (SDKI, SLKI DAN SDKI)
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Data pengkajian yang ditampilkan disini adalah hasil yang biasanya didapatkan pada pasien hipertensi. Untuk hasil tiap pasien berbeda-beda tergantung kondisi pasien.
Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering didapatkan pada pasien asma bronkhial biasanya sesak napas yang disertai dengan suara mengi.
Riwayat penyakit masa lalu
Riwayat penyakit saluran napas, alergi, dan lain-lain
DATA FOKUS PENGKAJIAN ASKEP ASMA BRONKHIAL
PROMOSI KESEHATAN
Data Subjektif:
Penyakit yang lalu atau riwayat alergi terhadap benda tertentu
Pengetahuan tentang penyakit bagaimana
DO:
Alergi terhadap udara dingin atau bahan-bahan lain
KU biasanya tampak sesak sedang hingga berat
TTV: TD dapat naik, RR biasanya meningkat, Nadi cepat, dan suhu tubuh biasanya normal, akan tetapi dapat naik
NUTRISI
DS:
Alergi terhadap makanan ada atau tidak
DO:
-
Sistem Integuman
DS:
Normal
DO:
Kulit tampak berkeringat dan sianosis jika parah
AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT
Tidur dan istirahat
DS:
Jika sesak tidur terganggu
DO:
-
Respirasi
DS:
Penyakit saluran napas ada atau tidak
Penggunaan oksigen
Takipneau atau sesak napas
DO:
RR biasanya lebih dari 20 x permenit pada dewasa
Napas cepat dangkal
Pemeriksaan dada:
Inspeksi dada pergerakannya cepat
Perkusi suara paru sonor
Auskultasi paru terdengan mengi
PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DAPAT DI LAKUKAN UNTUK MENUNJANG DIAGNOSA KEPERAWATAN ASMA BRONKHIAL
Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
Pemeriksaan IgE
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara radioallergosorbent test(RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada dermographism).
Petanda Inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi.
Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas.
Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.
MASALAH KEPERWATAN
Berikut ini adalah masalah keperawatan yang sering terjadi pada pasien asma bronkial:
- Bersihan jalan napas tidak efektif
- Gangguan pertukaran gas
- Ansietas
DIAGNOSA KEPERAWATAN SDKI
- Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas dan respon alergi ditandai dengan mengi atau wheezing
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi
- Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
INTERVENSI KEPERAWATAN (SLKI dan SIKI)
BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF BERHUBUNGAN DENGAN SPASME JALAN NAPAS DAN RESPON ALERGI DITANDAI DENGAN MENGI ATAU WHEEZING
LUARAN KEPERAWATAN SLKI
Bersihan Jalan Napas
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama .................... maka bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria hasil :
- Batuk efektif meningkat
- Produksi sputum menurun
- Mengi menurun
- Wheezing menurun
- Mekonium (pada neonatus) menurun
- Dipsnea menurun
- Ortopnea menurun
- Sulit bicara menurun
- Sianosis menurun
- Gelisah menurun
- Frekuensi napas membaik (Tuliskan angka/nilainya)
- Pola napas membaik
INTERVENSI KEPERAWATAN SIKI
Latihan Batuk Efektif
Observasi
Identifikasi kemampuan batuk
Monitor adanya retensi sputum
Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
Monitor input dan output cairan (mis. jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
Pasang Perlak dan bengkok di pangkuan pasien
Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, Jika perlu
Manajemen Jalan Nafas
Observasi
Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgiling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
Pertahanan kepatenan jalan napas dengan head-tift dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
Posisikan Semi-Fowler atau Fowler
Berikan minuman hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat dengan proses McGill
Berikan Oksigen, Jika perlu
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, Jika tidak komtraindikasi
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, Jika perlu
Pemantauan Respirasi
Observasi
Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-Stokes, biot, ataksik)
Monitor kemampuan bantuk efektif
Monitor adanya produksi sputum
Monitor adanya sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray toraks
Teraupetik
Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Manajemen Asma
Observasi
Monitor frekuensi dan kedalaman napas
Monitor tanda dan gejala hipoksia (mis. gelisah, agitasi, penurunan kesadaran)
Monitor bunyi napas tambahan (mis. wheezing,mengi)
Monitor saturasi oksigen
Terapiutik
Berikan posisi semi Fowler 30-45 derajat
Pasang oksimetri nadi
Lakukan penghisapan lendir, Jika perlu
Berikan oksigen 6-15 liter via sungkup untuk mempertahankan SpO2 > 90%
Pasang jalur intravena untuk pemberian obat dan hidrasi
Ambil sampel darah untuk pemeriksaan hitung darah lengkap dan AGD
Edukasi
Anjurkan meminimalkan aktivitas yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
Anjurkan bernapas lambat dan dalam
Ajarkan teknik pursued-lip breathing
Ajarkan mengidentifikasi dan menghindari pemicu (mis. debu, bulu hewan, serbuk asap, rokok, polutan udara, suhu lingkungan ekstrem, alergi makanan)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator sesuai indikasi (mis. albuterol, metaproterenol)
Kolaborasi pemberian obat tambahan jika tidak responsif dengan bronkodilator (mis. prednisolone, methylprednisole, aminophyline)
Pemberian Obat Inhalasi
Observasi
Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan kontraindikasi obat
Verifikasi order obat sesuai dengan indikasi
Periksa tanggal kadaluarsa obat
Monitor tanda vital dan nilai laboratorium sebelum pemberian obat, jika perlu
Monitor efek terapeutik obat
Monitor efek samping, toksisitas, dan interaksi obat
Terapeutik
Lakukan prinsip enam benar (pasien, obat, dosis, waktu, rute, dokumentasi)
Kocok inhaler selama 2-3 detik sebelum digunakan
Lepaskan penutup inhaler dan pegang terbalik
Posisikan inhaler di dalam mulut mengarah ke tenggorokan dengan bibir ditutup rapat
Edukasi
Anjurkan bernapas lambat dan dalam selama penggunaan nebulizer
Anjurkan menahan napas selama 10 detik
Anjurkan ekspirasi lambat melalui hidung atau dengan bibir mengkerut
Ajarkan pasien dan keluarga tentang cara pemberian obat
Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang diharapkan, dan efek samping obat
Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan efektivitas obat
GANGGUAN PERTUKARAN GAS BERHUBUNGAN DENGAN KETIDAKSEIMBANGAN ANTARA VENTILASI DAN PERFUSI
LUARAN KEPERAWATAN SLKI
Pertukaran Gas
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama .................... maka pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil :
- Tingkat kesadaran meningkat
- Dispnea menurun
- Bunyi napas menurun
- Takikardi menurun
- Pusing menurun
- Penglihatan kabur menurun
- Diaforesis menurun
- Gelisah menurun
- Napas cuping hidung menurun
- PCO2 membaik
- PO2 membaik
- pH arteri membaik
- sianosis membaik
- pola napas membaik
- warna kulit membaik
INTERVENSI KEPERAWATAN SIKI
Pemantauan Respirasi
Observasi
Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-Stokes, biot, ataksik)
Monitor kemampuan bantuk efektif
Monitor adanya produksi sputum
Monitor adanya sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray toraks
Teraupetik
Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi
Monitor Kecepatan aliran oksigen
Monitor posisi alat terapi oksigen
Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah), jika perlu
Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
Perhatikan kepatenan jalan napas
Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
Berikan oksigen tambahan, jika perlu
Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi
Anjurkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan atau tidur
ANSIETAS BERHUBUNGAN DENGAN KRISIS SITUASIONAL
LUARAN KEPERAWATAN SLKI
Tingkat Ansietas
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama .................... maka tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil :
- Verbalisasi kebingungan menurun
- Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
- Perilaku gelilsah menurun
- Perilaku tegang menurun
- Keluhan pusing menurun
- Anoreksia menurun
- Palpitasi menurun
- Diaforesis menurun
- Tremor menurun
- Pucat menurun
- Konsentrasi membaik
- Pola tidur membaik
- Frekuensi pernapasan membaik
- Frekuensi nadi membaik
- Tekanan darah membaik
- Kontak mata membaik
- Pola berkemih membaik
- Orientasi membaik
INTERVENSI KEPERAWATAN SIKI
Reduksi Ansietas
Observasi
Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. kondisi, waktu, stressor)
Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
Terapeutik
Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
Pahami situasi yang membuat ansietas
Dengarkan dengan penuh perhatian
Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi
Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, Jika perlu
Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
Latih kegiatan pengelihatan untuk mengurangi ketegangan
Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
Terapi Relaksasi
Observasi
Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif
Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik sebelumnya
Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan
Monitor respon terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi
Gunakan pakaian longgar
Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis. musik, meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)
Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
Anjurkan mengambil posisi nyaman
Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam, peregangan, atau imajinasi terbimbing)
Refrensi:
Asih, Niluh Gede Yasmin. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ayres, Jon. (2003). Asma. Jakarta: PT Dian Rakya.
Bull, Eleanor & David Price. (2007). Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga
Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) tahun 2016. DPP PPNI. Jakarta
Buku Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Tahun 2019. DPP PPNI. Jakarta
Buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Tahun 2019. DPP PPNI. Jakarta
Posting Komentar untuk "Askep Asma Bronkial Aplikasi 3S (SDKI, SLKI, SIKI)"